Tabemasen des ga ???
Rabu, 12 Oktober 2011
Minggu, 09 Oktober 2011
Peristiwa Tanjung Morawa
Peristiwa Tanjung Morawa adalah salah satu peristiwa berdarah yang cukup terkenal di Indonesia. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Maret 1953.
Kronologi peristiwa
Pada tahun 1953 Pemerintah RI Karesidenan Sumatera Timur merencanakan untuk mencetak sawah percontohan di bekas areal perkebunan tembakau di desa Perdamaian, Tanjung Morawa. Akan tetapi areal perkebunan itu sudah ditempati oleh penggarap liar. Di antara mereka terdapat beberapa imigran gelap Cina. Usaha pemerintah untuk memindahkan para penggarap dengan memberi ganti rugi dan menyediakan lahan pertanian, dihalang-halangi oleh Barisan Tani Indonesia (BTI), organisasi massa PKI. Oleh karena cara musyawarah gagal, maka pada tanggal 16 Maret 1953 pemerintah terpaksa mentraktor areal tersebut dengan dikawal oleh sepasukan polisi. Untuk menggagalkan usaha pentraktoran, BTI mengerahkan massa yang sudah mereka pengaruhi dari berbagai tempat di sekitar Tanjung Morawa. Mereka bertindak brutal. Polisi melepaskan tembakan peringatan ke atas, tetapi tidak dihiraukan, bahkan mereka berusaha merebut senjata polisi. Dalam suasana kacau, jatuh korban meninggal dan luka-luka.
Kronologi peristiwa
Pada tahun 1953 Pemerintah RI Karesidenan Sumatera Timur merencanakan untuk mencetak sawah percontohan di bekas areal perkebunan tembakau di desa Perdamaian, Tanjung Morawa. Akan tetapi areal perkebunan itu sudah ditempati oleh penggarap liar. Di antara mereka terdapat beberapa imigran gelap Cina. Usaha pemerintah untuk memindahkan para penggarap dengan memberi ganti rugi dan menyediakan lahan pertanian, dihalang-halangi oleh Barisan Tani Indonesia (BTI), organisasi massa PKI. Oleh karena cara musyawarah gagal, maka pada tanggal 16 Maret 1953 pemerintah terpaksa mentraktor areal tersebut dengan dikawal oleh sepasukan polisi. Untuk menggagalkan usaha pentraktoran, BTI mengerahkan massa yang sudah mereka pengaruhi dari berbagai tempat di sekitar Tanjung Morawa. Mereka bertindak brutal. Polisi melepaskan tembakan peringatan ke atas, tetapi tidak dihiraukan, bahkan mereka berusaha merebut senjata polisi. Dalam suasana kacau, jatuh korban meninggal dan luka-luka.
Jumat, 07 Oktober 2011
Pembelajaran Pascal 3
Adapun program kompleks yang terdapat pada Pascal :
program .... ; { program }
uses ..; ( Uses Clauses }
const ..... : { Constanta }
label .... ; { Label }
type .... ; { Types }
var .... : { Variabel }
procedure ... ; ( Procedures }
function .... ; ( Function }
begin .... ;
end.
program .... ; { program }
uses ..; ( Uses Clauses }
const ..... : { Constanta }
label .... ; { Label }
type .... ; { Types }
var .... : { Variabel }
procedure ... ; ( Procedures }
function .... ; ( Function }
begin .... ;
end.
Pembelajaran Pascal 2
Sekarang kita belajar ke bahasa Pascal yang sederhana ;
Contoh :
uses ;
Clrscr;
Writeln('Saya Sedang Belajar Pascal !')
Writeln('Di Suyudi COM');
end.
Contoh :
uses ;
Clrscr;
Writeln('Saya Sedang Belajar Pascal !')
Writeln('Di Suyudi COM');
end.
Pembelajaran Pascal 1
Struktur Pascal yang sederhana adalah :
uses ...;
var ... ;
begin ...;
your program is here ...
end.
uses ...;
var ... ;
begin ...;
your program is here ...
end.
Rabu, 05 Oktober 2011
Cara Mengukur Jarak Bumi ke Bulan ( Fisika soal nomor 5)
Pada tahun 1970-an, para ilmuwan telah
mengetahui bahwa kecepatan cahaya di ruang hampa adalah :
299.792.500 m/s. Kecepatan cahaya inilah yang digunakan para ilmuan untuk mengukur jarak dari bumi ke bulan. Caranya adalah dengan memasang
reflektor (alat
pemantul) cahaya di bulan. Kemudian, cahaya Laser dengan intensitas
yang sangat kuat dipancarkan dari bumi menuju bulan.
Reflektor pemantul yang ada di bulan memantulkan cahayanya merambat kembali ke bumi. Waktu yang dibutuhkan cahaya Laser
sejak meninggalkan bumi hingga
kembali lagi dicatat
dengan akurat, maka jarak dari bumi ke bulan dapat
ditentukan, yaitu sekitar 378.000.000 meter.
menyatakan jarak
benda-benda di ruang angkasa, yaitu tahun cahaya. Satu
tahun cahaya sama dengan
jarak yang ditempuh oleh cahaya selama satu
tahun,
bila dinyatakan
dalam satuan SI kira-kira sama dengan 9.500.000.000.000.000
meter atau 9,5 trilyun kilometer. Galaksi terdekat dengan bumi adalah
galaksi Andromeda jaraknya dari galaksi kita kira-kira 2 juta tahun
cahaya.
Sejarahku
Peristiwa Cikini ~ beragam versi ~
23
Mar
Saat itu Sabtu, 30 November 1957, Perguruan Cikini sedang
merayakan Ulang Tahun ke 15. Berbagai acara digelar untuk merayakannya,
salah satunya adalah kegiatan bazaar amal yang bertujuan mengumpulkan
dana. Bazaar ini selain dihadiri oleh para murid, guru dan karyawan
sekolah juga dihadiri oleh para orangtua murid. Salah satu orangtua
murid yang hadir adalah Bung Karno, Presiden Republik Indonesia pertama.
Ir. Soekarno hadir sebagai orangtua dari Guntur, Megawati, Rahmawati,
Sukmawati dan Guruh.
Pesta sekolah SR Tjikini termasuk meriah
masa itu, beberapa hari sebelumnya telah ramai dibicarakan murid-murid
dan penduduk sekitarnya. Publikasi gencar yang dilakukan panitia
penyelenggara membuat semua orang ingin datang, termasuk Ibu Ani dan
kedua anaknya. Berita kedatangan Bung Karno menarik perhatian, termasuk
penduduk sekitar sekolah. Mereka datang berbondong-bondong ingin
melihat sang proklamator. Salah satunya Mak Ani dan kedua anaknya,
Mariani dan Julia.
Walau bukan murid Perguruan Cikini, Mak
Ani dan anak-anaknya merasa bangga bisa melihat presiden mereka. Seakan
larut dalam pesta ulangtahun SR Tjikini mereka berjejer di pinggir
jalan. Mereka terus menunggu sampai Bung Karno keluar sekolah dan
bersiap pulang. Hasrat melihat wajah presiden dari dekat membuat ketiga
anak beranak ini berdesak mendekat ke rombongan kepresidenan. Saat
Bung Karno berhenti dan melambaikan tangan serta tersenyum kea rah masa
yang mengelilinginya, Mak Ani merasakan itulah senyuman untuk mereka
beriga, kepuasan melanda bathinnya.
Saat suasana
kebanggaan sedang memenuhi hati dan pikiranya, tiba-tiba saja ledakan
keras berbunyi, beberapa kali. Tanah terasa bergetar, tak lama
terdengar jeritan di sana-sini, beberapa orang termasuk anak-anak
berjatuhan. Mak Ani yang sedang menggendong Julia, adik Mariani,
merasakan darah mengalir dari perut anak di pelukannya. Sementara ia
mendengan keluhan Mariani yang kesakitan dan memanggil-manggil Mak Ani.
Tak lama Mariani jatuh dalam pelukan Mak Ani, ia tak lagi memanggil
ibunya dan saat itu Mak Ani sadar bahwa Mariani telah tiada.
Mariani tewas sementara adiknya, Julia,
luka parah. Seseorang tak dikenal membantu Mak Ani dan membawa mereka
ke RSUP, sekarang RSCM dimana teman kita Akmal Taher menjadi
direkturnya. Malam itu juga Julia ditangani dokter, perutnya dioperasi
besar. Mak Ani yang juga luka terus-menerus berdoa memohon kesembuhan
Julia sepanjang malam. Tuhan mendengarnya, Julia tidak mengikuti
kakaknya. Walaupun kemudian Mak Ani mendapatkan santunan dari
pemerintah, namun kepedihan hati karena ditinggal Mariani tak
terobati. Sukarno dan putra-putrinya selamat,akan tetapi dipihak lain
terdapat korban jatuh meninggal dunia sekitar 9 orang dan sekitar 100
orang lainnya luka-luka berat.Korban yang terbanyak adalah murid-murid
sekolah itu. Kisah nyata ini merupakan salah satu dari sekian banyak
korban berjatuhan akibat usaha pembunuhan Bung Karno di Perguruan
Cikini. Walau beliau selamat, namun korban yang berjatuhan cukup
banyak dan beritanya menjadi gema di seluruh Indonesia sampai
berbulan-bulan. (ref)
******
Granat yang dilemparkan Tasrif tak cuma
meledakkan halaman depan sekolah Perguruan Cikini di Jl Cikini Raya 76
Jakarta, tapi juga meledakkan amarah Presiden Soekarno. Betapa tidak,
hanya beberapa jengkal dari dirinya, ia mesti menyaksikan sembilan anak
dan seorang ibu yang tengah hamil merenggang nyawa. Seorang
pengawalnya terluka berat dan ia mesti merelakan lengannya tergores
kawat berduri saat lari mengamankan diri. Soekarno murka.
Telunjuk segera diedarkan. Mayor Dachyar
selaku Komandan Militer Jakarta ketika itu langsung menyodorkan
jawaban hanya berselang 3 hari setelah kejadian. Ia menuding percobaan
pembunuhan presiden itu buah tangan kelompok teroris yang didesain
Kolonel Zulkifli Lubis. Motifnya apalagi kalau bukan perseteruan
perwira daerah (baca; PRRI dan Permesta) dan pusat. Zulkifli Lubis dikenal sebagai salah satu dedengkot perwira pro daerah yang berseberangan dengan Nasution.
Menurut keterangan resmi pemerintah
tentang Peristiwa Cikini, organisasi Lubis mencerminkan upayanya untuk
membangun kelompok para militer yang anti-komunis di Jakarta yang
dinamakan Gerakan Anti Komunis (GAK), yang juga anti Nasution dan anti
Sukarno.
Ini bukan tuduhan serampangan. Tokoh yang dibidik bukanlah militer ecek-ecek.
Zulkifli dikenal sebagai salah satu perwira cerdas – selain Kolonel
Bambang Supeno – yang merintis dasar-dasar organisasi intelijen di
Indonesia. Jabatan terakhirnya sebelum kabur ke daerah adalah Wakil
KSAD. Tak pelak, tuduhan itu membuat Jakarta makin gencar mengganyang
PRRI dan Permesta. (Tentang Zulkifli Lubis bisa di baca disini : Zulkifli Lubis Komandan Intelijen Pertama)
Saat itu pemerintahan Soekarno sedang
runyam karena ancaman pemberontakan oleh militer di daerah yang
kemudian dikenal dengan PRRI/Permesta. Sementara Wapres Bung Hatta
sudah mengundurkan diri. Karena itu akan diadakan dialog Musyawarah
Nasional dengan para panglima yang akan memberontak di Sumatera dan
Sulawesi di Gedung Bappenas di Jalan Imam Bonjol Jakarta sekarang,
untuk mencegah kemarahan mereka.
Tapi rencana dialog tersebut gagal
karena saat keluar dari Perguruan Cikini, Presiden Soekarno dibom
dengan granat oleh kelompok yang menamakan dirinya Gerakan
Anti-Komunis. Pelaku pemboman presiden itu dikoordinir oleh seorang
guru dan beberapa anak buahnya yang berasal dari Sumbawa. Di sebelah
sekolah itu memang terletak asrama anak Sumbawa.
Peristiwa Cikini tersebut menewaskan 9
orang tewas dan 100 lainnya luka-luka yang kebanyakan anak sekolah.
Tapi menarik dari peristiwa tersebut, kontan Kolonel Zulkifli Lubis,
pendiri intelijen yang saat itu sedang bersembunyi di Jakarta Barat
jadi tertuduh. Kabar pemboman itu disampaikan anak buahnya Ibrahim
Saleh. Zulkifli Lubis saat itu sedang dicari-cari militer karena
terlibat usaha pendongkelan KSAD Mayjen AH Nasution bersama temannya
Mayor Bratamanggala dan Kemal Idris di Melawai Jakarta, tapi gagal.
Zulkifli sendiri salah seorang yang
diundang dalam rencana Musyawarah Nasional. Tapi semuanya berantakan.
Zulkifli membantah keterlibatannya dalam Peristiwa Cikini tersebut.
Tapi beliau merasa wajar saja dijadikan tertuduh, karena posisinya
memang sedang tidak disukai saat itu. Pengadilan kemudian membuktikan
Zulkifli tak terlibat. Para terdakwa penggranatan itu menyatakan tak
ada hubungannya dengan Zulkifli.
Tapi tuduhan itu ternyata asbun.
Mendadak, aparat malah menangkap tersangka lain. Mereka adalah Tasrif,
Saadun dan Yusuf Ismail. Ketiganya perantauan dari Bima, Nusa Tenggara
yang dituding tergabung dalam gerakan DI/TII. Kaitan inilah yang
menyebabkan Soekarno tak lagi ragu memberikan tandatangan mengeksekusi
Kartosuwirjo, orang yang pernah berbagi tempat dan bertukar pikiran
dengannya selama mondok di rumah HOS Tjokroaminoto.
“Aku selalu ingat kepada sembilan anak dan seorang perempuan hamil yang jatuh tersungkur tak bernyawa di dekatku. Oleh karena itu, tahun 1963 aku membubuhkan tanda tangan menghukum mati Kartosuwirjo. Bukan untuk kepuasan, tetapi demi menegakkan keadilan…” (Kompas, 30 November 2007).
Soekarno juga memerintahkan eksekusi
mati langsung kepada tiga pelaku utama, Tasrif, Saadun dan Yusuf
Ismail, begitu vonis hakim turun. Sebetulnya ada yang janggal dengan
versi ini. Seluruh pelaku berasal dari Bima, sebuah wilayah yang tak
punya riwayat hiruk pikuk dalam momentum makar DI/TII. Berbeda
misalnya, jika pelaku dari Sulsel (Kahar Muzakar), Jabar
(Kartosuwirjo), Kalsel (Ibnu Hajar) ataupun Aceh (Daud Beureuh).
Versi lain – yang terdengar lebih konyol
– justru muncul dari Kolonel Alex Everet Kawilarang, eks pentolan
Permesta. Kabar yang sampai ke telinganya (Majalah Tempo Thn
II/10/1999), pelaku utama penggranatan memang orang Bima, namun bukan
yang telah ditangkap negara. Pelaku asli telah kabur ke Australia.
Tasrif cs hanya bagian dari komplotan. Adapun motifnya ternyata jauh
dari bara politik tentara apalagi separatisme.
“Ceritanya, sebelum Pemilu 1955, Soekarno pernah datang ke Sumba Besar. Karena tidak ada hotel, dia tinggal di rumah penduduk. Masyarakat Bima itu taat kepada Islam. Suatu malam, Soekarno minta tukang pijit. Karena masyarakat Bima memeluk Islam secara taat, mereka tidak mengerti yang dimaksud Soekarno. Dikirimlah seorang laki-laki pemijat. Nah, Soekarno waktu itu mengucapkan kata-kata yang membuat dendam orang Bima. Di luar itu, katanya, Soekarno sempat pula menggoda wanita di sana. Jadi, kalau ini benar, asal mula semuanya soal wanita.” (ref)
*******
Sebuah memorandum CIA bulan Juni 1962 ,
melaporkan adanya pembicaraan dari kalangan diplomat Barat mengenai
pertemuan antara Presiden AS John F Kennedy dengan Perdana Menteri
Inggris Macmillian.
Menurut memo pejabat CIA itu, Kennedy dan Macmillian berusaha untuk mengucilkan Sukarno di Asia dan Afrika.
“Kedua pemimpin itu sepakat untuk
melikuidasi Presiden Sukarno, tergantung pada situasi dan peluang yang
ada. Tidak jelas bagi saya apakah pembunuhan atau penggulingan yang
dimaksudkan dengan kata ‘likuidasi’ tersebut,” demikian ditulis pejabat
CIA dalam memo rahasia yang dikutip oleh William Blum.
*******
Herman Nicholas “Ventje” Sumual, yang
diangkat menjadi “Panglima Permesta” punya pendapat yang lain. Menurut
Samual, Peristiwa Cikini hanya dilatari masalah pribadi. Seorang
pelempar granat, punya adik perempuan yang menjadi pagar ayu ketika
Bung Karno berkunjung ke Sumbawa-negeri asal keempat aktivis itu. Si
gadis rupanya kecewa karena Presiden memutuskan hubungan singkat itu.
Dugaan lainnya, kata Sumual, PKI berada di balik peristiwa ini untuk
menggagalkan hasil Munap.
Kelak, suatu hari di tahun 1977, Sumual
menanyakan dalang di balik Peristiwa Cikini kepada Nasution. “Apa itu
bukan rekayasa MBAD? Setidaknya bagian intel?” Nasution menjawab,
“Entahlah. Waktu itu intelijen memang mulai tak sejalan dengan saya,”
seperti dicatat Bert Supit dan B.E. Matindas dalam biografi Sumual, Menatap Hanya ke Depan. Peristiwa Cikini menandai dimulainya konflik bersenjata di tubuh tentara.
~ sejarah punya cerita maka biarlah dia bicara apa adanya ~
Referensi :
- Presiden dan Intelijen, Harian Global, 22 July 2009
- Untuk Sang Merah Putih, A.E. Kawilarang, Permesta.8m.net
- Peristiwa Cikini, Alpercik.com
- Granat Cikini, Anusapati.com
- Peristiwa Cikini Membatalkan Rekonsiliasi, Syafri Segeh SUtan Rajo Pangeran, Wartawan Senior di Sumatera Barat, Padangexpres.co.id
- Pemberontakan separuh jalan, Majalah Tempo, 13 Agustus 2007
DEMOKRASI LIBERAL DAN TERPIMPIN
PEMERINTAHAN PADA MASA DEMOKRASI
A. MASA DEMOKRASI LIBERAL
1. Kurun Waktu 6 September 1950 – 10 Juli 1959
Pada periode ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal dan diberlakukan UUDS 1950. Perlulah diketahui bahwa demokrasi ini yang dibahas oleh kelompok kami berbeda dengan demokrasi selama kurun waktu 1949 – 1950. Pada periode itu berlaku Konstitusi RIS. Indonesia dibagi dalam beberapa negara bagian. Sistem pemerintahan yang dianut ialah Demokrasi Parlementer (Sistem Demokrasi Liberal). Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri dan Presiden hanya sebagai lambang. Karena pada umumnya rakyat menolak RIS, sehingga tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan kembali ke Negara Kesatuan dengan UUDS 1950.
2. Pandangan Umum :
Karena Kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar,
masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
Faktor Yang Menyebabkan Seringnya Terjadi Pergantian Kabinet Pada Masa Demokrasi Liberal: Pada tahun 1950, setelah unitary dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut sistem Demokrasi Liberal dimana dalam sistem ini pemerintahan berbentuk parlementer sehingga perdana menteri langsung bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang terdiri dari kekuatan-kekuatan partai. Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri dari Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17 kursi), PKI (13 kursi), Partai Katholik (9 kursi), Partai Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi), sedangkan sisa kursi dibagikan kepada partai-partai atau perorangan, yang tak satupun dari mereka mendapat lebih dari 17 kursi. Ini merupakan suatu struktur yang tidak menopang suatu pemerintahan-pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian tersebut akan disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan.
Selama kurun waktu 1950-1959 sering kali terjadi pergantian kabinet yang menyebabkan instabilitas politik. Parlemen mudah mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap kabinet sehingga koalisi partai yang ada di kabinet menarik diri dan kabinet pun jatuh. Sementara Sukarno selaku Presiden tidak memiliki kekuasaan secara riil kecuali menunjuk para formatur untuk membentuk kabinet-kabinet baru, suatu tugas yang sering kali melibatkan negosiasi-negosiasi yang rumit.
Kabinet Koalisi yang diharapkan dapat memperkuat posisi kabinet dan dapat didukung penuh oleh partai-partai di parlemen ternyata tidak mengurangi panasnya persaingan perebutan kekuasaan antar elite politik.
Semenjak kabinet Natsir, para formatur berusaha untuk melakukan koalisi dengan partai besar. Dalam hal ini, Masjumi dan PNI. Mereka sadar betul bahwa sistem kabinet parlementer sangat bergantung pada basis dukungan di parlemen.
Penyebab kabinet mengalami jatuh bangun pada masa demokrasi liberal adalah akibat kebijkaan-kebijakan yang dalam pandangan parlemen tidak menguntungkan Indonesia ataupun dianggap tidak mampu meredam pemberontakan-pemberontakan di daerah. Sementara keberlangsungan pemerintah sangat ditentukan oleh dukungan di parlemen.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami
rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS
1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan
jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan
ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan
negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai
masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan
dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta
tidak berlakunya UUDS 1950.
3. Seputar Dekrit Presiden
Pelaksanaan demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Namun tidaklah serta merta bahwa setalah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Demokrasi Terpimpin dilaksanakan karena telah disebutkan di atas bahwa Demokrasi Liberal berakhir pada tanggal 10 Juli 1959.
# Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
# Situasi politik yang kacau dan semakin buruk.
# Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.
# Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional
# Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat sementara sulit sekali untuk
# Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai.
# Mahkamah Agung membenarkan dan mendukung pelaksanaan Dekrit Presiden.
# KSAD meminta kepada seluruh anggota TNI-AD untuk melaksanakan pengamanan Dekrit Presiden.
# DPR pada tanggal 22 Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk melakanakan UUD 1945.
Dampak positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.
# Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.
# Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara.
# Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.
Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.
# Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka.
# Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru.
# Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.
B. MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
1. Kurun Waktu 1959 – 1965
Pada periode ini sering juga disebut dengan Orde Lama. UUD yang digunakan adalah UUD 1945 dengan sistem Demokrasi Terpimpin. Menurut UUD 1945 presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, presiden dan DPR berada di bawah MPR. Pengertian demokrasi terpimpin pada sila keempat Pancasila adalah dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di tangan ‘Pemimpin Besar Revolusi”. Dengan demikian pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Terjadinya pemusatan kekuasaan di tangan presiden menimbulkan penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang puncaknya terjadi perebutan kekuasaan oleh PKI pada tanggal 30 September 1965 (G30S/PKI) yang merupakan bencana nasional bagi bangsa Indonesia.
2. Pandangan Umum :
Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno.
Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno.
# Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.
Dampaknya: Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan presiden).
Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :
# Kebebasan partai dibatasi
# Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
# Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
# Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
Tugas DPR GR adalah sebagai berikut.
# Melaksanakan manifesto politik
# Mewujudkan amanat penderitaan rakyat
# Melaksanakan Demokrasi Terpimpin
Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
5. Pembentukan Front Nasional
Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Tugas front nasional adalah sebagai berikut.
# Menyelesaikan Revolusi Nasional
# Melaksanakan Pembangunan
# Mengembalikan Irian Barat
6. Pembentukan Kabinet Kerja
Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan (reshuffle). Program kabinet ini adalah sebagai berikut.
# Mencukupi kebutuhan sandang pangan
# Menciptakan keamanan negara
# Mengembalikan Irian Barat.
7. Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom
Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannya untuk menggalang persatuan bangsa.
Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat. Presiden yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia akan terwujud. Ajaran Nasakom mulai disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran Nasakom sama saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika menolak Nasakom sama saja dengan menolak presiden.
Inti dari ajaran ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu Presiden Sukarno.
Dampak dari sosialisasi Resopim ini maka kedudukan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara ditetapkan dibawah presiden. Hal ini terlihat dengan adanya pemberian pangkat menteri kepada pimpinan lembaga tersebut, padahal kedudukan menteri seharusnya sebagai pembantu presiden.
9. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Bahasan Umum: Pada awalnya, politik luar negeri Indonesia adalah politik bebas aktif sesuai yang mengabdi pada kepentingan nasional. Bebas berarti tidak memihak salah satu blok (barat/timur), sedangkan aktif berarti ikut memelihara perdamaian dunia. Pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan politik luar negeri condong mendekati negara-negara blok timur dan konfrontasi terhadap negara-negara blok barat. Perubahan arah ini disebabkan oleh :
1) Faktor dalam negeri : dominasi PKI dalam kehidupan politik
2) Faktor luar negeri : sikap negara-negara Barat yang kurang simpati dan tidak mendukung terhadap perjuangan bangsa Indonesia.
a. Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik Konfrontasi tersebut dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces)
Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner (termasuk Indonesia dan negara-negara komunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme.
Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim).
# Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris.
Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.
Besarnya kekuasaan Presiden dalam Pelaksanaan demokrasi terpimpin tampak dengan:
a. Pengangkatan Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
b. Pidato presiden yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada tanggal 17 Agustus 1959 yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN atas usul DPA yang bersidang tanggal 23-25 September 1959.
c. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
d. Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi yang berarti sebagai presiden seumur hidup.
e. Pidato presiden yang berjudul ”Berdiri di atas Kaki Sendiri” sebagai pedoman revolusi dan politik luar negeri.
f. Presiden berusaha menciptakan kondisi persaingan di antara angkatan, persaingan di antara TNI dengan Parpol.
g. Presiden mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan di bentuk Komandan Operasi Tertinggi (KOTI).
LIBERAL DAN TERPIMPIN
1. Kurun Waktu 6 September 1950 – 10 Juli 1959
Pada periode ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal dan diberlakukan UUDS 1950. Perlulah diketahui bahwa demokrasi ini yang dibahas oleh kelompok kami berbeda dengan demokrasi selama kurun waktu 1949 – 1950. Pada periode itu berlaku Konstitusi RIS. Indonesia dibagi dalam beberapa negara bagian. Sistem pemerintahan yang dianut ialah Demokrasi Parlementer (Sistem Demokrasi Liberal). Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri dan Presiden hanya sebagai lambang. Karena pada umumnya rakyat menolak RIS, sehingga tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan kembali ke Negara Kesatuan dengan UUDS 1950.
2. Pandangan Umum :
Karena Kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar,
masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
Faktor Yang Menyebabkan Seringnya Terjadi Pergantian Kabinet Pada Masa Demokrasi Liberal: Pada tahun 1950, setelah unitary dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut sistem Demokrasi Liberal dimana dalam sistem ini pemerintahan berbentuk parlementer sehingga perdana menteri langsung bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang terdiri dari kekuatan-kekuatan partai. Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri dari Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17 kursi), PKI (13 kursi), Partai Katholik (9 kursi), Partai Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi), sedangkan sisa kursi dibagikan kepada partai-partai atau perorangan, yang tak satupun dari mereka mendapat lebih dari 17 kursi. Ini merupakan suatu struktur yang tidak menopang suatu pemerintahan-pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian tersebut akan disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan.
Selama kurun waktu 1950-1959 sering kali terjadi pergantian kabinet yang menyebabkan instabilitas politik. Parlemen mudah mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap kabinet sehingga koalisi partai yang ada di kabinet menarik diri dan kabinet pun jatuh. Sementara Sukarno selaku Presiden tidak memiliki kekuasaan secara riil kecuali menunjuk para formatur untuk membentuk kabinet-kabinet baru, suatu tugas yang sering kali melibatkan negosiasi-negosiasi yang rumit.
Kabinet Koalisi yang diharapkan dapat memperkuat posisi kabinet dan dapat didukung penuh oleh partai-partai di parlemen ternyata tidak mengurangi panasnya persaingan perebutan kekuasaan antar elite politik.
Semenjak kabinet Natsir, para formatur berusaha untuk melakukan koalisi dengan partai besar. Dalam hal ini, Masjumi dan PNI. Mereka sadar betul bahwa sistem kabinet parlementer sangat bergantung pada basis dukungan di parlemen.
Penyebab kabinet mengalami jatuh bangun pada masa demokrasi liberal adalah akibat kebijkaan-kebijakan yang dalam pandangan parlemen tidak menguntungkan Indonesia ataupun dianggap tidak mampu meredam pemberontakan-pemberontakan di daerah. Sementara keberlangsungan pemerintah sangat ditentukan oleh dukungan di parlemen.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami
rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS
1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan
jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan
ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan
negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai
masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan
dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta
tidak berlakunya UUDS 1950.
3. Seputar Dekrit Presiden
Pelaksanaan demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Namun tidaklah serta merta bahwa setalah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Demokrasi Terpimpin dilaksanakan karena telah disebutkan di atas bahwa Demokrasi Liberal berakhir pada tanggal 10 Juli 1959.
Latar Belakang dikeluarkan dekrit Presiden :
# Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara
belum berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS
1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai
dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.# Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
# Situasi politik yang kacau dan semakin buruk.
# Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.
# Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional
# Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat sementara sulit sekali untuk
# Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai.
Demi menyelamatkan negara maka presiden melakukan
tindakan mengeluarkan keputusan Presiden RI No. 75/1959 sebuah dekrit
yang selanjutnya dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara.
Isi Dekrit Presiden adalah sebagai berikut.
a. Pembubaran konstituante
b. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
c. Pembentukan MPRS dan DPAS
Reaksi dengan adanya Dekrit Presiden:
#Rakyat menyambut baik sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas politik yang telah goyah selama masa Liberal.# Mahkamah Agung membenarkan dan mendukung pelaksanaan Dekrit Presiden.
# KSAD meminta kepada seluruh anggota TNI-AD untuk melaksanakan pengamanan Dekrit Presiden.
# DPR pada tanggal 22 Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk melakanakan UUD 1945.
Dampak positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.
# Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.
# Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara.
# Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.
Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.
# Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka.
# Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru.
# Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.
B. MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
1. Kurun Waktu 1959 – 1965
Pada periode ini sering juga disebut dengan Orde Lama. UUD yang digunakan adalah UUD 1945 dengan sistem Demokrasi Terpimpin. Menurut UUD 1945 presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, presiden dan DPR berada di bawah MPR. Pengertian demokrasi terpimpin pada sila keempat Pancasila adalah dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di tangan ‘Pemimpin Besar Revolusi”. Dengan demikian pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Terjadinya pemusatan kekuasaan di tangan presiden menimbulkan penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang puncaknya terjadi perebutan kekuasaan oleh PKI pada tanggal 30 September 1965 (G30S/PKI) yang merupakan bencana nasional bagi bangsa Indonesia.
2. Pandangan Umum :
Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno.
Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno.
Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu presiden.
Tugas Demokrasi terpimpin :
Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik
negara yang tidak setabil sebagai warisan masa Demokrasi
Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan karena :
# Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara.# Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.
Dampaknya: Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan presiden).
Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :
# Kebebasan partai dibatasi
# Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
# Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
# Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.
Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945 adalah sebagai berikut.
1. Kedudukan PresidenBerdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
2. Pembentukan MPRS
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945
karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga
tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai
yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.
Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat :
Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada manifesto Politik.
Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang wakil golongan.
Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
3. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan
karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden
selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden
membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Dimana semua
anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh
presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta kebijakan
pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR.Tugas DPR GR adalah sebagai berikut.
# Melaksanakan manifesto politik
# Mewujudkan amanat penderitaan rakyat
# Melaksanakan Demokrasi Terpimpin
4. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan
Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden
sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua, 12 orang
wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil
golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
5. Pembentukan Front Nasional
Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Tugas front nasional adalah sebagai berikut.
# Menyelesaikan Revolusi Nasional
# Melaksanakan Pembangunan
# Mengembalikan Irian Barat
6. Pembentukan Kabinet Kerja
Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan (reshuffle). Program kabinet ini adalah sebagai berikut.
# Mencukupi kebutuhan sandang pangan
# Menciptakan keamanan negara
# Mengembalikan Irian Barat.
7. Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom
Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannya untuk menggalang persatuan bangsa.
Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat. Presiden yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia akan terwujud. Ajaran Nasakom mulai disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran Nasakom sama saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika menolak Nasakom sama saja dengan menolak presiden.
Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah
kalangan cendekiawan dan ABRI. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom
dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa PKI merupakan barisan
terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut menyebabkan ajaran
Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan berbangsa dan bernegara serta
mengeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis. Selain itu
PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah. PKI
berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno tanpa PKI akan
menjadi lemah terhadap TNI.
8. Adanya ajaran RESOPIM
Tujuan adanya ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme
Indonesia, dan Pimpinan Nasional) adalah untuk memperkuat kedudukan
Presiden Sukarno. Ajaran Resopim diumumkan pada peringatan Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia ke-16.Inti dari ajaran ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu Presiden Sukarno.
Dampak dari sosialisasi Resopim ini maka kedudukan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara ditetapkan dibawah presiden. Hal ini terlihat dengan adanya pemberian pangkat menteri kepada pimpinan lembaga tersebut, padahal kedudukan menteri seharusnya sebagai pembantu presiden.
9. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI
Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan
Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima
Angkatanyang kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI
menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial politik
Indonesia.
10. Pentaan Kehidupan Partai Politik
Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan
kegiatan politik secara leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi
terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun
1959. Partai yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang
terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya
tinggal 11 partai.
Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian.
Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat
kedudukan pemerintah terutama presiden. Kedudukan presiden yang kuat
tersebut tampak dengan tindakannya untuk membubarkan 2 partai politik
yang pernah berjaya masa demokrasi Parlementer yaitu Masyumi dan Partai
Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai tersebuat adalah
karena sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat dalam
pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan
pada tanggal 17 Agustus 1960.
11. Arah Politik Luar NegeriBahasan Umum: Pada awalnya, politik luar negeri Indonesia adalah politik bebas aktif sesuai yang mengabdi pada kepentingan nasional. Bebas berarti tidak memihak salah satu blok (barat/timur), sedangkan aktif berarti ikut memelihara perdamaian dunia. Pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan politik luar negeri condong mendekati negara-negara blok timur dan konfrontasi terhadap negara-negara blok barat. Perubahan arah ini disebabkan oleh :
1) Faktor dalam negeri : dominasi PKI dalam kehidupan politik
2) Faktor luar negeri : sikap negara-negara Barat yang kurang simpati dan tidak mendukung terhadap perjuangan bangsa Indonesia.
a. Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik Konfrontasi tersebut dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces)
Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner (termasuk Indonesia dan negara-negara komunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme.
Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim).
Untuk mewujudkan Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom
Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang. Dampaknya ruang gerak Indonesia di forum
internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke negara-negara
komunis.
b. Politik Konfrontasi Malaysia
Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan
Malaysia. Hal ini disebabkan karena pemerintah tidak setuju dengan
pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek
neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan negara-negara
blok Nefo.
Dalam rangka konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan
Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964, yang isinya
sebagai berikut.
# Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.# Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris.
Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.
c. Politik Mercusuar
Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau
menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi
jalan bagi Nefo di seluruh dunia.
Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan
spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan
yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan
biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya
diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing.
Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari
keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB.
d. Politik Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan
negara-negara Asia-Afrika yang kehidupan politiknya tidak terpengaruh
oleh Blok Barat maupun Blok Timur.
Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada
gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan
Perang Dingin.
Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia sudah cukup maju.
GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan
kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari
UUD1945 baik dalam skala nasional dan internasional.a. Pengangkatan Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
b. Pidato presiden yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada tanggal 17 Agustus 1959 yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN atas usul DPA yang bersidang tanggal 23-25 September 1959.
c. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
d. Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi yang berarti sebagai presiden seumur hidup.
e. Pidato presiden yang berjudul ”Berdiri di atas Kaki Sendiri” sebagai pedoman revolusi dan politik luar negeri.
f. Presiden berusaha menciptakan kondisi persaingan di antara angkatan, persaingan di antara TNI dengan Parpol.
g. Presiden mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan di bentuk Komandan Operasi Tertinggi (KOTI).
Sistem Pemerintahan Indonesia Setelah Kemerdekaan
Sistem Pemerintahan Negara Indonesia semenjak 1945
Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu
kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan
separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat
ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang
kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu
pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal
itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas
untuk memprotes hal tersebut.
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.
Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri
Perkembangan ketatanegaraan Indonesia dapat dibagi menkadi beberapa periode, sejak masa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai sekarang. Walaupun sebenarnya tonggak ketatanegaraan Indonesia telah ada jauh sebelum proklamasi.
1. Sistem Pemerintahan Periode 1945-1949
Lama periode : 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : Ir. Soekarno & Mohammad Hatta
(18 Agustus 1945 - 19 Desember 1948)
Syafruddin Prawiranegara (ketua PDRI)
(19 Desember 1948 - 13 Juli 1949)
Ir. Soekarno & Mohammad Hatta
(13 Juli 1949 27 - Desember 1949)
Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil menjadi parlementer. Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir yang seorang sosialis dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda.
Setelah munculnya Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 November 1945, terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislatif dijalankan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kekuasaan-kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945. Dengan keluarnya Maklumat Pemerintah 14 November 1945, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih ke tangan menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintahan parlementer.
2. Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950
Lama periode : 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
Bentuk Negara : Serikat (Federasi)
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
Konstitusi : Konstitusi RIS
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno = presiden RIS (27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)
Assaat = pemangku sementara jabatan presiden RI
(27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)
Pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 september 1949 dikota Den Hagg (Netherland) diadakan konferensi Meja Bundar (KMB). Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, Delegasi BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg) dipimpin oleh Sultan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin olah Van Harseveen.
Adapun tujuan diadakannya KMB tersebut itu ialah untuk meyelesaikan persengketaan Indonesia dan Belanda selekas-lekasnya dengan cara yang adil dan pengakuan kedaulatan yang nyata, penuh dan tanpa syarat kepada Republik Indonesia Serikat (RIS).
Salah satu keputusan pokok KMB ialah bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dam tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan RIS di Amesterdam. Bila kita tinjau isinya konstitusi itu jauh menyimpang dari cita-cita Indonesia yang berideologi pancasila dan ber UUD 1945 karena :
1. Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalisme) yang terbagi dalam 16 negara bagian, yaitu 7 negara bagian dan 9 buah satuan kenegaraan (pasal 1 dan 2, Konstitusi RIS).
2. Konstitusi RIS menentukan suatu bentuk negara yang leberalistis atau pemerintahan berdasarkan demokrasi parlementer, dimana menteri-menterinya bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah kepada parlemen (pasal 118, ayat 2 Konstitusi RIS)
3. Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa atau semangat pembukaan UUD proklamasi sebagai penjelasan resmi proklamasi kemerdekaan negara Indonesia (Pembukaan UUD 1945 merupakan Decleration of independence bangsa Indonesia, kata tap MPR no. XX/MPRS/1996).Termasuk pula dalam pemyimpangan mukadimah ini adalah perubahan kata- kata dari kelima sila pancasila. Inilah yang kemudian yang membuka jalan bagi penafsiran pancasila secara bebas dan sesuka hati hingga menjadi sumber segala penyelewengan didalam sejarah ketatanegaraan Indonesia.
3. Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959
Lama periode : 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer
Konstitusi : UUDS 1950
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno & Mohammad Hatta
UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.
Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut.
Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD.
Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka.
Isi dekrit presiden 5 Juli 1959 antara lain :
1. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2. Pembubaran Konstituante
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
4. Sistem Pemerintahan Periode 1959-1966 (Orde Lama)
Lama periode : 5 Juli 1959 – 22 Februari 1966
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno & Mohammad Hatta
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
• Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
• MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
• Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia
5. Sistem Pemerintahan Periode 1966-1998 (Orde Baru)
Lama periode : 22 Februari 1966 – 21 Mei 1998
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : Soeharto (22 Februari 1966 – 27 Maret 1968)
Soeharto (27 Maret 1968 – 24 Maret 1973)
Soeharto & Adam Malik (24 Maret 1973 – 23 Maret 1978)
Soeharto & Hamengkubuwono IX
(23 Maret 1978 –11 Maret 1983)
Soeharto & Try Sutrisno (11 Maret 1983 – 11 Maret 1988)
Soeharto & Umar Wirahadikusumah
(11 Maret 1988 – 11 Maret 1993)
Soeharto & Soedharmono (11 Maret 1993 – 10 Maret 1998)
Soeharto & BJ Habiebie (10 Maret 1998
– 21 Mei 1998)
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan sumberalam kita.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan:
• Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
• Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
6. Sistem Pemerintahan Periode 1998 - sekarang
Lama periode : 21 Mei 1998 - sekarang
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : B.J Habiebie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Abdurrahman Wahid & Megawati Soekarnoputri
(20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)
Megawati Soekarnoputri & Hamzah Haz
(23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004)
Susilo Bambang Yudhoyono & Muhammad Jusuf Kalla
(20 Oktober 2004 – 20 Oktober 2009)
Susilo Bambang Yudhoyono & Boediono
(20 Oktober 2009 – 2014)
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Diposkan oleh
malghi
di
12:11 AM
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.
Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri
Perkembangan ketatanegaraan Indonesia dapat dibagi menkadi beberapa periode, sejak masa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai sekarang. Walaupun sebenarnya tonggak ketatanegaraan Indonesia telah ada jauh sebelum proklamasi.
1. Sistem Pemerintahan Periode 1945-1949
Lama periode : 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : Ir. Soekarno & Mohammad Hatta
(18 Agustus 1945 - 19 Desember 1948)
Syafruddin Prawiranegara (ketua PDRI)
(19 Desember 1948 - 13 Juli 1949)
Ir. Soekarno & Mohammad Hatta
(13 Juli 1949 27 - Desember 1949)
Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil menjadi parlementer. Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir yang seorang sosialis dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda.
Setelah munculnya Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 November 1945, terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislatif dijalankan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kekuasaan-kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945. Dengan keluarnya Maklumat Pemerintah 14 November 1945, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih ke tangan menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintahan parlementer.
2. Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950
Lama periode : 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
Bentuk Negara : Serikat (Federasi)
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
Konstitusi : Konstitusi RIS
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno = presiden RIS (27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)
Assaat = pemangku sementara jabatan presiden RI
(27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)
Pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 september 1949 dikota Den Hagg (Netherland) diadakan konferensi Meja Bundar (KMB). Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, Delegasi BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg) dipimpin oleh Sultan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin olah Van Harseveen.
Adapun tujuan diadakannya KMB tersebut itu ialah untuk meyelesaikan persengketaan Indonesia dan Belanda selekas-lekasnya dengan cara yang adil dan pengakuan kedaulatan yang nyata, penuh dan tanpa syarat kepada Republik Indonesia Serikat (RIS).
Salah satu keputusan pokok KMB ialah bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dam tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan RIS di Amesterdam. Bila kita tinjau isinya konstitusi itu jauh menyimpang dari cita-cita Indonesia yang berideologi pancasila dan ber UUD 1945 karena :
1. Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalisme) yang terbagi dalam 16 negara bagian, yaitu 7 negara bagian dan 9 buah satuan kenegaraan (pasal 1 dan 2, Konstitusi RIS).
2. Konstitusi RIS menentukan suatu bentuk negara yang leberalistis atau pemerintahan berdasarkan demokrasi parlementer, dimana menteri-menterinya bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah kepada parlemen (pasal 118, ayat 2 Konstitusi RIS)
3. Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa atau semangat pembukaan UUD proklamasi sebagai penjelasan resmi proklamasi kemerdekaan negara Indonesia (Pembukaan UUD 1945 merupakan Decleration of independence bangsa Indonesia, kata tap MPR no. XX/MPRS/1996).Termasuk pula dalam pemyimpangan mukadimah ini adalah perubahan kata- kata dari kelima sila pancasila. Inilah yang kemudian yang membuka jalan bagi penafsiran pancasila secara bebas dan sesuka hati hingga menjadi sumber segala penyelewengan didalam sejarah ketatanegaraan Indonesia.
3. Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959
Lama periode : 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer
Konstitusi : UUDS 1950
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno & Mohammad Hatta
UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.
Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut.
Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD.
Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka.
Isi dekrit presiden 5 Juli 1959 antara lain :
1. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2. Pembubaran Konstituante
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
4. Sistem Pemerintahan Periode 1959-1966 (Orde Lama)
Lama periode : 5 Juli 1959 – 22 Februari 1966
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno & Mohammad Hatta
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
• Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
• MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
• Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia
5. Sistem Pemerintahan Periode 1966-1998 (Orde Baru)
Lama periode : 22 Februari 1966 – 21 Mei 1998
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : Soeharto (22 Februari 1966 – 27 Maret 1968)
Soeharto (27 Maret 1968 – 24 Maret 1973)
Soeharto & Adam Malik (24 Maret 1973 – 23 Maret 1978)
Soeharto & Hamengkubuwono IX
(23 Maret 1978 –11 Maret 1983)
Soeharto & Try Sutrisno (11 Maret 1983 – 11 Maret 1988)
Soeharto & Umar Wirahadikusumah
(11 Maret 1988 – 11 Maret 1993)
Soeharto & Soedharmono (11 Maret 1993 – 10 Maret 1998)
Soeharto & BJ Habiebie (10 Maret 1998
– 21 Mei 1998)
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan sumberalam kita.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan:
• Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
• Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
6. Sistem Pemerintahan Periode 1998 - sekarang
Lama periode : 21 Mei 1998 - sekarang
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : B.J Habiebie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Abdurrahman Wahid & Megawati Soekarnoputri
(20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)
Megawati Soekarnoputri & Hamzah Haz
(23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004)
Susilo Bambang Yudhoyono & Muhammad Jusuf Kalla
(20 Oktober 2004 – 20 Oktober 2009)
Susilo Bambang Yudhoyono & Boediono
(20 Oktober 2009 – 2014)
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Pendidikan Kewarganegaraan (Tugas Pkn)
PERBANDINGAN UUD 1945, KONSTITUSI RIS 1949
Dan UUDS 1950
Oleh: Afis Winarko
Konstitusi
merupakan hal yang sangat penting dan vital dalam suatu pemerintahan
dengan diberlakukannya dan disahkannya konstitusi yang membentuk
Republik Indonesia, ini merupakan pertanda yang jelas bahwa negara ini
dimaksudkan sebagai negara konstitusional yang menjamin kebebasan rakyat
Indonesia untuk memerintah diri sendiri, usaha bangsa Indonesia yang
merdeka dan berdaulat untuk membentuk pemerintah sendiri yang sah serta
usaha menjamin hak-haknya sambil menentang penyalahgunaan kekuasaan
hanya dapat dilakukan dalam kerangka negara konstitisional, pembentukan
negara konstitusional merupakan bagian dari upaya mencapai kemerdekaan, karena hanya dalam kerangka kelembagaan ini dapat dibangun masyarakat yang demokratis.
Sejak
proklamasi 17 agustus 1945 sampai saat ini telah berlaku tiga macam
Undang-Undang Dasar dalam beberapa periode yaitu: (1) Periode 18 Agustus
1945-27 Desember 1949, (2) Periode 27 Desember 1949-17 Agustus 1950 (3)
Periode 17 agustus 1950-5 Juli 1959 (4) Periode 5 Juli 1959 (saat ini
UUD 1945 telah diamandeman). Saat RI diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945, Republik baru ini belum mempunyai Undang-undang Dasar,
sehingga oleh PPKI pada tanggal 18 agustus 1945 disahkan UUD 1945
sebagai Undang-Undang Dasar republik Indonesia. Akan tetapi perubahan
peta perpolitikan yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda telah
membawa dampak yang besar rongrongan Belanda dalam RI masih cukup kuat
dengan mencoba mendirikan Negara Sumatera Timur, NIT, Negara Pasundan
dll, sejalan dengan usaha untuk meruntuhkan RI terjadilah Agresi I tahun
1947 dan Agresi II 1948 dimana akibat dari itu PBB mengadakan KMB di
Den Haag.
Dengan
disetujuinya hasil-hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 2
November 1949 di Den Haag, maka terbentuklah Negara Republik Indonesia
Serikat (RIS). Sebagaimana dikemukakan oleh Riclef (1991:350) Dari
konferensi tersebut disepakati bahwa Belanda akan menyerahkan
kedaulatannya kepada RIS, antara Belanda dan RIS akan membentuk suatu
uni longgar dengan ratu Belanda sebagai pimpinan simbolis. RIS ini
terdiri dari 16 negara bagian yang masing-masing negara bagian tersebut
memiliki luas daerah dan jumlah penduduk yang berbeda. Negara-negara
bagian terpenting dari Republik Indonesia Serikat itu ialah Negara
Sumatera Timur, Negara Sumatera Selatan, Negara Pasundan dan Negara
Indonesia Timur. (Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto.
1984: 205). Untuk itu perlu pula di bentuk alat-alat kelengkapan negara
yang salah satu faktor pentingnya ialah UUD maka dibuatlah Konstitusi
RIS.
Atas desakan yang kuat dari rakyat maka pada tanggal 8 April 1950
dieselenggarakanlah konfrensi segitiga antara Republik Indonesia
Serikat, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur, dimana kedua
negara bagian tersebut memberikan mandat kepada
Hatta sebagai Perdana Menteri RIS pada tanggal 12 Mei 1950 untuk
membentuk negara kesatuan, setelah terbentuk negara kesatuan tersebut
pada tanggal 19 Mei 1950 kemudian dirancanglah undang-undang dasar
negara kesatuan oleh panitia gabungan dari Republik Indonesia Serikat
dengan Republik Indonesia. Pada tanggal 15 Agustus 1950 dengan UU no 7
tahun 1950 ditetapkan perubahan konstitusi RIS menjadi UUDS 1950
berdasarkan pasal 127 a, pasal 190 dan pasal 191 ayat 2 konstitusi RIS
(A. B. lapian, et al. 1996:265), yang akan menjadi pembahasan disini
ialah dimanakah letak persamaan dan perbedaan dari UUD 1945, Konstitusi
RIS dengan UUDS 1950.
Persamaan UUD 1945, Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 adalah:
Ketiga
Undang-Undang Dasar tersebut baik UUD 1945, Konstitusi RIS dan UUDS
1950 pada dasarnya adalah bahwa semuanya itu masih bersifat sementara.
UUD 1945 sebagaimana dikemukakan oleh Sukarno yang dikutip Yamin
disebutkan “[U]ndang-undang dasar yang dibuat sekarang ini adalah
undang-undang dasar sementara. Kalau beoleh saya memakai perkataan: ini
adalah undang-undang dasr kilat. Nanti kalau kita telah bernegara
didalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan
kembali MPR yang dpat membuat UUD yang lebih lengkap dan sempurna”
(Nasution. 1995: 29). UUD 1945 bersifat sederhana juga dilihat dalam
pasal III ayat 2 aturan tambahan disebutkan, akan dibentuk MPR dan
menurut pasal 3 UUD 1945 salah satu tugas MPR adalah menetapkan UUD,
maka ini berarti bahwa selama MPR belum menetapkan UUD 1945 sebagai UUD
yang tetap berarti sifatnya adalah sementara. Konstitusi RIS alasannya
atas dasar pertimbangan bahwa sebetulnya badan yang membentuk UUD RIS
kurang representatif, maka dalam pasal 186 UUD RIS disebutkan bahwa
konstituante bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan
konstitusi RIS, dari bunyi pasal ini jelaslah bahwa UUD RIS bersifat
sementara. Sedangkan untuk UUDS 1950 jelas sementara karena adanya
pencantuman kalimat sementara, bida juga dilihat dalam pasal 134 dimana
diharuskan konstituante bersama-sama dengan pemerintah menyusun UUD RI
yang akan mengganti UUD yang berlaku pada saat itu (UUD 1950) hal ini
disebabkan karena badan yang menyusunnya merasa dirinya kurang
representataif. Selain sifatnya yang sementara, persamaan diantara
ketiganya adalah sama-sama Undang-undang Dasar dimana mereka dibuat
untuk menjadi dasar hukum bagi negara (dasar legitimasi) dari kekuasaan
yang sah dari suatu pemerintahan.
Secara Umum dari ketiga UUD tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk negara kesatuan dan federal dimana menurut Moh Kusnardi dan Harmally Ibrahim (1988:169) perbedaan diantara keduanya sebagai berikut:
1. Pada
negara federal negara-negara bagiannya punya wewenang untuk membuat UUD
sendiri dan dapat menentukan bentuk organisasinya masing-masing dalam
batas-batas yang tidak bertentangan dengan
konstitusi dari negara federal seluruhnya. Dalam hal ini organisasi dari
bagian-bagian pada negara-negara kesatuan pada garis besarnya
ditentukan oleh pembuat UU di pusat. Organisasi ini merupakan
pelaksanaan dari system desentralisasi dalam negara kesatuan.
Bagian-bagaian dalam negara kesatuan yang lazimnya disebut sebagai
propinsi tidak mempunyai wewenang untuk membuat UUD sendiri.
2. Dalam
negara federal wewenang pembuat UU pemerintah pusat federal ditentukan
secara terperinci sedangkan wewenang lainnya pada negara-negara bagian.
Sebaliknya dalam negara kesatuan wewenang secara terperinci terdapat
pada propinsi-propinsi dan residu powernya ada pada pemerintah pusat
negara kesatuan.
Perbedaan yang lebih terinci dari ketiga UUD tersebut dapat dilihat dalam tabel.
|
Aspek
|
UUD 45
| Konstitusi RIS 1949 |
UUDS 1950
| ||
1
|
Sistematika Penulisan UUD
|
|
|
§ Batang tubuh UUDS 1950 terdiri dari 6 bab, 146 pasal dan 1 pasal penutup.
| ||
2
|
Mengenai Bentuk Negara dan Kedaulatan
|
|
|
§ Republik
Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara okum yang
demokratis dan berbentuk kesatuan. (dalam pasal I ayat 1).
§ Kedaulatan RI berada ditangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama dengan DPR. (dalam pasal I ayat 2).
| ||
3
|
Daerah Negara
|
|
- Negara
Indonesia Timur. Negara Pasundan (termasuk distrik federal Jakarta),
Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatera Timur (Asahan
Selatan dan labuhan Batu), Negara Sumatera Selatan.
- Satuan
kenegaraan yang tegak sendiri, Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau
Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah banjar, Kalimantan tenggara dan
Kalimantan Timur. (Pasal 2).
|
§ Republik Indonesia meliputi seluruh daerah Indonesia (Pasal 2).
| ||
4
|
Alat Kelengkapan Negara
|
Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Pertimbangan Agung,
Mahkamah Agung dan
Badan Pemeriksa Keuangan.
|
Presiden,
Menteri-menteri,
Senat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung Indonesia dan Dewan Pengawas Keuangan.
|
Presiden dan Wakil Presiden,
Menteri-menteri,
Dewan Perwakilan rakyat, Mahlamah Agung dan Dewan Pengawas Keuangan.
| ||
5
|
Penjelasan Alat-alat kelengkapan Negara
|
MPR terdiri atas anggota-anggota DPR, ditambah dengan utusan daerah dan golongan menurut aturan
yang ditetapkan UU, putusan MPR ditetapkan dengan suara terbanyak,
bersidang sedikitnya sekali dalam 5 tahun di ibukota negara dan
mentapkan UUD dan GBHN.
Presiden
Menteri
Senat
DPR
DPA
MA
BPK
|
Dalam konstitusi RIS tidak ada MPR
Presiden
Menteri
Senat
DPR
DPA
Mahkamah Agung Indonesia
DPK
|
Tidak ada MPR.
Presiden
Menteri
Senat
DPR
DPA
MA
DPK
| ||
6
|
Hubungan Luar Negeri
|
|
|
| ||
7
|
Konstituante
|
|
|
| ||
8
|
Penyusun
|
|
|
| ||
9
|
Agama
|
|
|
| ||
10
|
Pertahanan Negara
|
|
|
| ||
11
|
Sistim Pemerintahan
|
|
|
| ||
12
|
Pemerintahan Daerah
|
|
|
| ||
13
|
Undang-undang
|
|
|
|
Daftar Pustaka
AB. Lapian, et al. 1996. terminology Sejarah 1945-1950 dan 1950-1959. Jakarta: Depdikbud.
Adnan Buyung Nasution. 1995. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.
Marwati Djoened P dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta : Balai Pustaka.
M.C Riclef. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Moh
Kusnardi dan Harmally Ibrahim. 1988, Pengantar Hukum Tata Negara
Indoenesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI dan CV Sinar
Bakti.
Langganan:
Postingan (Atom)