PERBANDINGAN UUD 1945, KONSTITUSI RIS 1949
Dan UUDS 1950
Oleh: Afis Winarko
Konstitusi
merupakan hal yang sangat penting dan vital dalam suatu pemerintahan
dengan diberlakukannya dan disahkannya konstitusi yang membentuk
Republik Indonesia, ini merupakan pertanda yang jelas bahwa negara ini
dimaksudkan sebagai negara konstitusional yang menjamin kebebasan rakyat
Indonesia untuk memerintah diri sendiri, usaha bangsa Indonesia yang
merdeka dan berdaulat untuk membentuk pemerintah sendiri yang sah serta
usaha menjamin hak-haknya sambil menentang penyalahgunaan kekuasaan
hanya dapat dilakukan dalam kerangka negara konstitisional, pembentukan
negara konstitusional merupakan bagian dari upaya mencapai kemerdekaan, karena hanya dalam kerangka kelembagaan ini dapat dibangun masyarakat yang demokratis.
Sejak
proklamasi 17 agustus 1945 sampai saat ini telah berlaku tiga macam
Undang-Undang Dasar dalam beberapa periode yaitu: (1) Periode 18 Agustus
1945-27 Desember 1949, (2) Periode 27 Desember 1949-17 Agustus 1950 (3)
Periode 17 agustus 1950-5 Juli 1959 (4) Periode 5 Juli 1959 (saat ini
UUD 1945 telah diamandeman). Saat RI diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945, Republik baru ini belum mempunyai Undang-undang Dasar,
sehingga oleh PPKI pada tanggal 18 agustus 1945 disahkan UUD 1945
sebagai Undang-Undang Dasar republik Indonesia. Akan tetapi perubahan
peta perpolitikan yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda telah
membawa dampak yang besar rongrongan Belanda dalam RI masih cukup kuat
dengan mencoba mendirikan Negara Sumatera Timur, NIT, Negara Pasundan
dll, sejalan dengan usaha untuk meruntuhkan RI terjadilah Agresi I tahun
1947 dan Agresi II 1948 dimana akibat dari itu PBB mengadakan KMB di
Den Haag.
Dengan
disetujuinya hasil-hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 2
November 1949 di Den Haag, maka terbentuklah Negara Republik Indonesia
Serikat (RIS). Sebagaimana dikemukakan oleh Riclef (1991:350) Dari
konferensi tersebut disepakati bahwa Belanda akan menyerahkan
kedaulatannya kepada RIS, antara Belanda dan RIS akan membentuk suatu
uni longgar dengan ratu Belanda sebagai pimpinan simbolis. RIS ini
terdiri dari 16 negara bagian yang masing-masing negara bagian tersebut
memiliki luas daerah dan jumlah penduduk yang berbeda. Negara-negara
bagian terpenting dari Republik Indonesia Serikat itu ialah Negara
Sumatera Timur, Negara Sumatera Selatan, Negara Pasundan dan Negara
Indonesia Timur. (Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto.
1984: 205). Untuk itu perlu pula di bentuk alat-alat kelengkapan negara
yang salah satu faktor pentingnya ialah UUD maka dibuatlah Konstitusi
RIS.
Atas desakan yang kuat dari rakyat maka pada tanggal 8 April 1950
dieselenggarakanlah konfrensi segitiga antara Republik Indonesia
Serikat, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur, dimana kedua
negara bagian tersebut memberikan mandat kepada
Hatta sebagai Perdana Menteri RIS pada tanggal 12 Mei 1950 untuk
membentuk negara kesatuan, setelah terbentuk negara kesatuan tersebut
pada tanggal 19 Mei 1950 kemudian dirancanglah undang-undang dasar
negara kesatuan oleh panitia gabungan dari Republik Indonesia Serikat
dengan Republik Indonesia. Pada tanggal 15 Agustus 1950 dengan UU no 7
tahun 1950 ditetapkan perubahan konstitusi RIS menjadi UUDS 1950
berdasarkan pasal 127 a, pasal 190 dan pasal 191 ayat 2 konstitusi RIS
(A. B. lapian, et al. 1996:265), yang akan menjadi pembahasan disini
ialah dimanakah letak persamaan dan perbedaan dari UUD 1945, Konstitusi
RIS dengan UUDS 1950.
Persamaan UUD 1945, Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 adalah:
Ketiga
Undang-Undang Dasar tersebut baik UUD 1945, Konstitusi RIS dan UUDS
1950 pada dasarnya adalah bahwa semuanya itu masih bersifat sementara.
UUD 1945 sebagaimana dikemukakan oleh Sukarno yang dikutip Yamin
disebutkan “[U]ndang-undang dasar yang dibuat sekarang ini adalah
undang-undang dasar sementara. Kalau beoleh saya memakai perkataan: ini
adalah undang-undang dasr kilat. Nanti kalau kita telah bernegara
didalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan
kembali MPR yang dpat membuat UUD yang lebih lengkap dan sempurna”
(Nasution. 1995: 29). UUD 1945 bersifat sederhana juga dilihat dalam
pasal III ayat 2 aturan tambahan disebutkan, akan dibentuk MPR dan
menurut pasal 3 UUD 1945 salah satu tugas MPR adalah menetapkan UUD,
maka ini berarti bahwa selama MPR belum menetapkan UUD 1945 sebagai UUD
yang tetap berarti sifatnya adalah sementara. Konstitusi RIS alasannya
atas dasar pertimbangan bahwa sebetulnya badan yang membentuk UUD RIS
kurang representatif, maka dalam pasal 186 UUD RIS disebutkan bahwa
konstituante bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan
konstitusi RIS, dari bunyi pasal ini jelaslah bahwa UUD RIS bersifat
sementara. Sedangkan untuk UUDS 1950 jelas sementara karena adanya
pencantuman kalimat sementara, bida juga dilihat dalam pasal 134 dimana
diharuskan konstituante bersama-sama dengan pemerintah menyusun UUD RI
yang akan mengganti UUD yang berlaku pada saat itu (UUD 1950) hal ini
disebabkan karena badan yang menyusunnya merasa dirinya kurang
representataif. Selain sifatnya yang sementara, persamaan diantara
ketiganya adalah sama-sama Undang-undang Dasar dimana mereka dibuat
untuk menjadi dasar hukum bagi negara (dasar legitimasi) dari kekuasaan
yang sah dari suatu pemerintahan.
Secara Umum dari ketiga UUD tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk negara kesatuan dan federal dimana menurut Moh Kusnardi dan Harmally Ibrahim (1988:169) perbedaan diantara keduanya sebagai berikut:
1. Pada
negara federal negara-negara bagiannya punya wewenang untuk membuat UUD
sendiri dan dapat menentukan bentuk organisasinya masing-masing dalam
batas-batas yang tidak bertentangan dengan
konstitusi dari negara federal seluruhnya. Dalam hal ini organisasi dari
bagian-bagian pada negara-negara kesatuan pada garis besarnya
ditentukan oleh pembuat UU di pusat. Organisasi ini merupakan
pelaksanaan dari system desentralisasi dalam negara kesatuan.
Bagian-bagaian dalam negara kesatuan yang lazimnya disebut sebagai
propinsi tidak mempunyai wewenang untuk membuat UUD sendiri.
2. Dalam
negara federal wewenang pembuat UU pemerintah pusat federal ditentukan
secara terperinci sedangkan wewenang lainnya pada negara-negara bagian.
Sebaliknya dalam negara kesatuan wewenang secara terperinci terdapat
pada propinsi-propinsi dan residu powernya ada pada pemerintah pusat
negara kesatuan.
Perbedaan yang lebih terinci dari ketiga UUD tersebut dapat dilihat dalam tabel.
|
Aspek
|
UUD 45
| Konstitusi RIS 1949 |
UUDS 1950
| ||
1
|
Sistematika Penulisan UUD
|
|
|
§ Batang tubuh UUDS 1950 terdiri dari 6 bab, 146 pasal dan 1 pasal penutup.
| ||
2
|
Mengenai Bentuk Negara dan Kedaulatan
|
|
|
§ Republik
Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara okum yang
demokratis dan berbentuk kesatuan. (dalam pasal I ayat 1).
§ Kedaulatan RI berada ditangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama dengan DPR. (dalam pasal I ayat 2).
| ||
3
|
Daerah Negara
|
|
- Negara
Indonesia Timur. Negara Pasundan (termasuk distrik federal Jakarta),
Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatera Timur (Asahan
Selatan dan labuhan Batu), Negara Sumatera Selatan.
- Satuan
kenegaraan yang tegak sendiri, Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau
Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah banjar, Kalimantan tenggara dan
Kalimantan Timur. (Pasal 2).
|
§ Republik Indonesia meliputi seluruh daerah Indonesia (Pasal 2).
| ||
4
|
Alat Kelengkapan Negara
|
Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Pertimbangan Agung,
Mahkamah Agung dan
Badan Pemeriksa Keuangan.
|
Presiden,
Menteri-menteri,
Senat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung Indonesia dan Dewan Pengawas Keuangan.
|
Presiden dan Wakil Presiden,
Menteri-menteri,
Dewan Perwakilan rakyat, Mahlamah Agung dan Dewan Pengawas Keuangan.
| ||
5
|
Penjelasan Alat-alat kelengkapan Negara
|
MPR terdiri atas anggota-anggota DPR, ditambah dengan utusan daerah dan golongan menurut aturan
yang ditetapkan UU, putusan MPR ditetapkan dengan suara terbanyak,
bersidang sedikitnya sekali dalam 5 tahun di ibukota negara dan
mentapkan UUD dan GBHN.
Presiden
Menteri
Senat
DPR
DPA
MA
BPK
|
Dalam konstitusi RIS tidak ada MPR
Presiden
Menteri
Senat
DPR
DPA
Mahkamah Agung Indonesia
DPK
|
Tidak ada MPR.
Presiden
Menteri
Senat
DPR
DPA
MA
DPK
| ||
6
|
Hubungan Luar Negeri
|
|
|
| ||
7
|
Konstituante
|
|
|
| ||
8
|
Penyusun
|
|
|
| ||
9
|
Agama
|
|
|
| ||
10
|
Pertahanan Negara
|
|
|
| ||
11
|
Sistim Pemerintahan
|
|
|
| ||
12
|
Pemerintahan Daerah
|
|
|
| ||
13
|
Undang-undang
|
|
|
|
Daftar Pustaka
AB. Lapian, et al. 1996. terminology Sejarah 1945-1950 dan 1950-1959. Jakarta: Depdikbud.
Adnan Buyung Nasution. 1995. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.
Marwati Djoened P dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta : Balai Pustaka.
M.C Riclef. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Moh
Kusnardi dan Harmally Ibrahim. 1988, Pengantar Hukum Tata Negara
Indoenesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI dan CV Sinar
Bakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar